A. Perkembangan Urbanisasi di
Indonesia
Di masa mendatang, para ahli kependudukan memperkirakan bahwa
proses urbanisasi di Indonesia akan lebih banyak disebabkan migrasi desa-kota.
Perkiraan ini didasarkan pada makin rendahnya pertumbuhan alamiah penduduk di
daerah perkotaan, relatif lambannya perubahan status dari daerah pedesaan
menjadi daerah perkotaan, serta relatif kuatnya kebijaksanaan ekonomi dan
pembangunan, sehingga memperbesar daya tarik daerah perkotaan bagi penduduk
yang tinggal di daerah pedesaan.
Itulah sebabnya di masa mendatang, isu urbanisasi dan mobilitas
atau migrasi penduduk menjadi sulit untuk dipisahkan dan akan menjadi isu yang
penting dalam kebijaksanaan kependudukan di Indonesia. Jika di masa lalu dan
dewasa ini, isu kelahiran (fertilitas) dan kematian (mortalitas) masih
mendominasi kebijaksanaan kependudukan, di masa mendatang manakala tingkat
kelahiran dan kematian sudah menjadi rendah, ukuran keluarga menjadi kecil, dan
sebaliknya kesejahteraan keluarga dan masyarakat meningkat, maka keinginan
untuk melakukan mobilitas bagi sebagian besar penduduk akan semakin meningkat
dan terutama yang menuju daerah perkotaan.
Jika pada tahun 1980 migran di Indonesia
berjumlah 3,7 juta jiwa, maka angka tersebut meningkat menjadi 5,2 juta jiwa
pada tahun 1990 dan sedikit menurun menjadi 4,3 juta jiwa pada periode
1990-1995. Secara kumulatif diketahui bahwa sampai tahun 1980, jumlah penduduk
Indonesia yang pernah melakukan migrasi adalah 11,4 juta jiwa, sedangkan pada
tahun 1990 angka tersebut meningkat menjadi 17,8 juta jiwa. Lebih lanjut, data
survei penduduk antarsensus (Supas) 1995 memperlihatkan bahwa tingkat
urbanisasi di Indonesia pada tahun 1995 adalah 35,91 persen yang berarti bahwa
35,91 persen penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Tingkat ini telah
meningkat dari sekitar 22,4 persen pada tahun 1980 yang lalu. Sebaliknya
proporsi penduduk yang tinggal di daerah pedesaan menurun dari 77,6 persen pada
tahun 1980 menjadi 64,09 persen pada tahun 1995. Meningkatnya proses urbanisasi
tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan pembangunan perkotaan, khususnya
pembangunan ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah.
Sebagaimana diketahui peningkatan jumlah penduduk akan berkorelasi
positif dengan meningkatnya urbanisasi di suatu wilayah. Ada kecenderungan
bahwa aktivitas perekonomian akan terpusat pada suatu area yang memiliki
tingkat konsentrasi penduduk yang cukup tinggi. Hubungan positif antara
konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan
semakin membesarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan apa yang
dikenal dengan nama daerah perkotaan.
B. Faktor yang Menarik dan
Mendorong Urbanisasi di Indonesia
Seseorang dari desa berniat
untuk hijrah atau pergi ke kota, biasanya mendapatkan pengaruh yang kuat dalam
bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan
ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang
mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun
dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik. Di bawah ini adalah
beberapa atau sebagian contoh yang pada dasarnya dapat menggerakkan seseorang
untuk melakukan urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke perkotaan.
Faktor penarik terjadinya
urbanisasi:
·
Kehidupan kota yang lebih
modern dan mewah.
·
Sarana dan prasarana kota
yang lebih lengkap.
·
Banyak lapangan pekerjaan
di kota.
·
Di kota banyak perempuan
cantik dan laki-laki ganteng.
·
Pengaruh buruk sinetron
Indonesia.
·
Pendidikan sekolah dan
perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas.
Faktor pendorong terjadinya urbanisasi:
·
Lahan pertanian yang
semakin sempit.
·
Merasa tidak cocok dengan
budaya tempat asalnya.
·
Menganggur karena tidak
banyak lapangan pekerjaan di desa.
·
Terbatasnya sarana dan
prasarana di desa.
·
Diusir dari desa asal.
·
Memiliki impian kuat
menjadi orang kaya.
C. Kebijaksanaan dalam
Pengembangan Urbanisasi di Indonesia
Kebijaksanaan urbanisasi di Indonesia. Ada dua kelompok besar
kebijaksanaan pengarahan urbanisasi di Indonesia yang saat ini sedang
dikembangkan. Pertama, mengembangkan daerah-daerah pedesaan
agar memiliki ciri-ciri sebagai daerah perkotaan. Upaya tersebut sekarang ini
dikenal dengan istilah “urbanisasi pedesaan”. Kedua, mengembangkan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, atau dikenal dengan istilah “daerah
penyangga pusat pertumbuhan”.
Kelompok kebijaksanaan pertama merupakan upaya untuk mempercepat
tingkat urbanisasi tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan melakukan
beberapa terobosan yang bersifat non-ekonomi. Bahkan perubahan tingkat
urbanisasi tersebut diharapkan memacu tingkat pertumbuhan ekonomi. Untuk itu
perlu didorong pertumbuhan daerah pedesaan agar memiliki ciri-ciri perkotaan,
namun tetap dikenal pada nuansa pedesaan. Dengan demikian, apa yang harus
dikembangkan adalah membangun penduduk pedesaan agar memiliki ciri-ciri
penduduk perkotaan dalam arti positif tanpa harus merubah suasana fisik
pedesaan secara berlebihan.
Sudah barang tentu bersamaan dengan pembangunan penduduk pedesaan
tersebut diperlukan sistem perekonomian yang cocok dengan potensi daerah
pedesaan itu sendiri. Jika konsep urbanisasi pedesaan seperti di atas dapat
dikembangkan dan disepakati, maka tingkat urbanisasi di Indonesia dapat
dipercepat perkembangannya tanpa merusak suasana tradisional yang ada di daerah
pedesaan dan tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi yang sedemikian tinggi. Bahkan
sebaliknya, dengan munculnya para penduduk di daerah pedesaan yang bersuasana
perkotaan tersebut, mereka dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi dengan tetap
mempertahankan aspek keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara tuntutan
pertumbuhan ekonomi dan keseimbangan ekosistem serta lingkungan alam.
Kelompok kebijaksanaan kedua merupakan upaya untuk mengembangkan
kota-kota kecil dan sedang yang selama ini telah ada untuk mengimbangi pertumbuhan
kota-kota besar dan metropolitan. Pada kelompok ini, kebijaksanaan pengembangan
perkotaan diklasifikasikan ke dalam tiga bagian, yaitu:
a. Kebijaksanaan ekonomi makro yang ditujukan
terutama untuk menciptakan lingkungan atau iklim yang merangsang bagi pengembangan
kegiatan ekonomi perkotaan. Hal ini antara lain meliputi penyempurnaan
peraturan dan prosedur investasi, penetapan suku bunga pinjaman dan pengaturan
perpajakan bagi peningkatan pendapatan kota,
b. Penyebaran secara spesial pola pengembangan kota
yang mendukung pola kebijaksanaan pembangunan nasional menuju pertumbuhan
ekonomi yang seimbang, serasi dan berkelanjutan, yang secara operasional
dituangkan dalam kebijaksanaan tata ruang kota/ perkotaan, dan
c. Penanganan masalah kinerja masing-masing kota.
Dengan demikian kebijaksanaan pengembangan
perkotaan di Indonesia dewasa ini dilandasi pada konsepsi yang meliputi:
pengaturan mengenai sistem kota-kota, peningkatan peran
masyarakat dan swasta. Dengan terpadunya sistem-sistem perkotaan yang ada di
Indonesia, akan terbentuk suatu hierarki kota besar, menengah, dan kecil yang
baik sehingga tidak terjadi “dominasi” salah satu kota terhadap kota-kota
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar